Ganti Menteri dan Reshufle Kabinet? Biasa Aja Kali Gak Usah Lebay!
Hiruk pikuk berita reshufle kabinet yang diketok palu oleh jokowi pada 27 juli lalu terus menjadi trending topik media lokal dan nasional. Reshufle kabinet atau bongkar pasang menteri adalah hal prerogatif presiden, jadi ya wajar saja saat presiden bosen tinggal ganti menterinya.
Reshufle kabinet jilid II ini seperti dibesar besarkan momennya mungkin karena kinerja buruk pemerintah dengan kabinet sebelumnya. Atau karena menteri menteri yang terdahulu tidak nurut sama jokowi, meski berprestasi kalau tidak nurut ya siap siap diganti. Sudah tidak berprestasi tetapi masih nurut malah mungkin bisa bertahan.
Memang ada kejutan penggantian 2 menteri yang menurut pandangan umum diluar dugaan yaitu penggantian menteri pendidikan Anies baswedan dan Menteri perhubungan jonan. Juga penggantian Rizal Ramli yang katanya terkait perseteruan dengan ahok masalah reklamasi pantai. Jika ini benar maka anggapan orang bahwa ahok dibekingi jokowi mungkin juga benar sehingga ahok berani arogan dan sering mengumpat dengan kata kata kasar bahkan terhadap rakyat kecil ibukota.
Bagaimana kabar menteri keuangan? Munculnya nama baru tetapi muka lama yaitu Sri Mulyani menjadi menteri keuangan baru juga tidak mengejutkan. Kinerja keuangan pemerintahan jokowi yang menurut media banyak dibebani hutang dari china sepertinya membuat jokowi butuh orang seperti Srj Mulyani yang sudah berpengalaman mengelola keuangan negara dan bank dunia. Apakah nantinya kinerja keuangan negara bisa lebih baik dengan hadirnya Sri Mulyani? Silakan ditunggu saja.
Ada satu menteri lagi yang menggelitik untuk disorot yaitu puan maharani. Menteri yang satu ini meski tidak terdengar apa prestasinya ternyata aman aman saja tidak tersentuh reshufle kabinet jilid II ini. Mengapa bisa begini? Pikir saja sendiri.
Ganti ganti menteri adalah hal biasa untuk seorang dengan merk presiden yang penting hasil penggantian ini bisa tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat terutama rakyat miskin. Gonta ganti menteri juga tidak akan berimbas besar jika pucuk pimpinannya tidak tegas, tidak punya arah yang jelas alias "nggrambyang" kurang peka dengan kondisi rakyat yang makin terjepit hidupnya dan satu lagi lebih mementingkan pencitraan daripada memenuhi janji janji kampanye yang bahkan mulai dilupakan rakyat. Kapan berubah pak bos? Katanya kerja...kerja..kerja dan bukan citra....citra...citra..inilah Indonesia.