Berdzikir Menggunakan Tasbih dan Alat Lainnya, Bagaimana Hukumnya?
Penjelasan Lengkap Tentang Berdzikir Menggunakan Tasbih, Jari Tangan dan Alat Lainnya, Mana Yang Lebih Utama?
Dzikir merupakan salah satu amalan dalam agama Islam yang telah disyari’atkan oleh Allah melalui lisan nabi-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan kepada kaum muslimin agar mereka melaksanakan dzikir setiap selesai shalat.
Mengenai bacaan yang diajarkan oleh beliau, hal ini banyak macamnya dan telah diterangkan dalam beberapa hadits. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA: Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya pergi membawa pahala, mereka shalat sebagaimana kita shalat, dan mereka juga shaum (puasa) sebagaimana kita shaum, akan tetapi mereka memiliki kelebihan harta sehingga mereka dapat bersedekah dengannya. Sedangkan kami tidak memiliki harta yang dapat kami sedekahkan”.
Rasulullah lantas bersabda, “Wahai Abu Dzar, maukah Engkau aku ajari suatu kalimat yang dengannya Engkau dapat menyamai orang-orang sebelummu dan engkau tidak akan dikalahkan oleh orang-orang sesudahmu, kecuali jika mereka mengamalkan apa yang engkau amalkan?”. Abu Dzar menjawab, “Baik wahai Rasulullah, saya mau”. Kemudian beliau bersabda, “Engkau bertakbir 33 kali, bertahmid 33 kali, dan bertasbih 33 kali, kemudian engkau akhiri dengan membaca لا إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ ؛ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Kerjakanlah setiap selesai sholat niscaya dosa-dosamu akan diampuni walau sebanyak buih di lautan.”
Berdzikir telah jelas manfaat dan pahalanya. Lantas bagaimana jika dzikir yang dilakukan menggunakan “tasbih”? Apakah hal tersebut dilarang ataukah diperbolehkan, mengingat fenomena yang kita hadapi saat ini, tidak sedikit diantara kaum muslimin yang berdzikir dengan alat tasbih, sementara sebagian yang lain mengatakan hal tersebut termasuk bid’ah?
Pada masa salaf terdahulu, terdapat beberapa hadits tentang penggunaan “tasbih” dalam berdzikir. Diantaranya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam As-Sunan nomor 1486 yang berbunyi;
عن عائشة بنت سعد بن أبي وقاص عن أبيها أنه دخل مع رسول الله صلى الله عليه و سلم على امرأة وبين يديها نوًى أو حصى تسبح به فقال: أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا أو أفضل؟ فقال: سبحان الله عدد ما خلق في السماء, و سبحان الله عدد ما خلق في الأرض, و سبحان الله عدد ما خلق بين ذلك, وسبحان الله عدد ما هو خالق, و الله أكبر مثل ذلك, والحمد لله مثل ذلك ولاإله إلا الله مثل ذلك ولاحول ولا قوة إلا بالله مثل ذلك.
Dari ‘Aisyah binti Sa’ad bin Abi Waqqash dari ayahnya; bahwa bersama Rasulullah pernah menjumpai seorang perempuan yang sedang berdzikir dengan biji kurma atau kerikil yang berada di kedua tangannya. Maka Rasulullah bersabda: “Akan kuberitahu kepadamu tentang sesuatu yang lebih mudah dan lebih utama dari hal ini”. Kemudian beliau bersabda: “Yaitu (engkau mengucapkan) Subhanallah sebanyak apa yang telah Allah ciptakan di langit, (ditambah dengan) sebanyak apa yang Allah ciptakan di bumi, (dan ditambah dengan) sebanyak apa yang telah Allah ciptakan diantara keduanya, (kemudian ditambah lagi dengan) jumlah-Nya sebagai pencipta. Kemudian mengucapkan Alhamdulillah, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallah, dan Laa haula walaa quwwata illa billah seperti itu.” Hadits tersebut derajatnya shahih (dapat dilihat dalam kitab ‘Aunul Ma’bud jilid IV hal 366).
Rasulullah SAW dalam hadits di atas menetapkan jumlah bilangan dzikir. Tidak dijelaskan secara langsung, melainkan menggunakan sya’ir. Hadits ini juga menjadi dasar atas bolehnya bertasbih dengan menggunakan alat tasbih (semacam biji kurma, kerikil dan lain sebagainya), karena ketika Rasulullah SAW menjumpai seorang perempuan yang berdzikir dengan benda-benda semacam itu, beliau tidak mengingkari dan tidak melarangnya.
Kata yang Rasul sampaikan pada saat itu adalah أخبرك بما هو أيسر عليك من هذا أو أفضل “Akan kuberitahu kepadamu tentang sesuatu yang lebih mudah dan lebih utama dari hal ini”. Kata ini mengandung Irsyad (petunjuk). Sebuah arahan kepada perkara yang lebih utama, tidak menghilangkan kebolehan bertasbih dengan alat tasbih. (Lihat: Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, jilid IV, hal.366. Tuhfatul Ahwadzy Syarh Jami’ Turmudzi , Juz 9 hal. 366)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; عن حميضة بنت ياسر عن يسيرة اخبرتها أن النبي صلى الله عليه وسلم أمرهن أن يراعين بالتكبير والتقديس والتهليل وأن يعقدن بالأنامل فإنهن مسئولاتمستنطقات BACA JUGA Anton Charliyan Jadi Pembina GMBI Telah Direstui Kapolri Dari Humaidhah binti Yasir, ia diberitahu oleh Yusairah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kepada mereka untuk menjaga (tidak melupakan) Takbir, Taqdis dan Tahlil, dan beliau memerintahkan agar haltersebut dikerjakan dengan ujung jari, karena sesungguhnya ujung jari tersebut akan dimintai pertanggungjawaban. (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud nomor 1487 dan Turmudzi nomor 3486)
Taqdis ialah ucapan سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ atau سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ المَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
Dalam hadits di atas, Rasulullah SAW menerangkan bahwa ujung jari akan dimintai pertanggung jawaban dan akan ditanyai, hal ini mengandung arti bahwa ujung jari tersebut menyaksikan tasbihnya seorang hamba, maka bertasbih dengannya adalah lebih utama dari pada bertasbih dengan alat tasbih. (Lihat: Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, jilid IV, hal. 366).
Di sini, bukan berarti ulama salaf melarang bertasbih dengan menggunakan “tasbih”, bahkan di antara mereka ada yang melakukan dzikir dengannya. Hakim bin Ad-Dailamy mengatakan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash bertasbih dengan menggunakan kerikil. Ibnu Sa’ad mengatakan dalam Thabaqat bahwa Fatimah binti Husain bin Ali bin Abi Thalib juga bertasbih dengan tali yang diikat (dibuat simpul-simpul).
Ibnu Sa’ad juga mengatakan bahwa Abu Hurairah bertasbih dengan menggunakan biji kurma yang dikumpulkan, dan ia memiliki benang yang dibuat seribu ikatan, ia tidak tidur kecuali setelah bertasbih dengannya. (Tuhfatul Ahwadzy Syarh Jami’ Turmudzy, Juz 9 hal. 367) Kemudian, di hadits lain beliau SAW juga bersabda; عن عبد الله بن عمرو قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم يعقد التسبيح – قال ابن قدامة – بيمينه.
Dari Abdullah bin Amru ia berkata: Saya melihat Rasulullah menghitung bilangan tasbih -(Ibnu Qudamah berkata:)- dengan tangan kanannya. Dalam riwayat Tirmudzi hadits ini berbunyi: رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يعقد التسبيح بيده Saya melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghitung bilangan tasbih dengan tangannya. Dari hadits ini dapat diketahui bahwa segala bentuk kebajikan, Rasulullah SAW senantiasa mendahulukan (mengutamakan) tangan kanan dari pada tangan kiri.
Maka, dari hadits-hadits dan beberapa keterangan di atas dapat dismpulkan poin-poin sebagai berikut:
Dzikir termasuk ibadah yang masyru’ (disyari’atkan).
Berdzikir lebih utama dilakukan dengan tangan kanan dan tidak disyariatkan dengan tangan kiri.
Bolehnya berdzikir dengan “tasbih” atau alat dzikir sejenisnya, namun yang lebih utama menggunakan tangan.
Sumber Kiblat.net